Tuesday, June 23, 2015

Ketemu Aja! : Penyambung Antara Seni dan Komunitas Masyarakat


 Ini merupakan kali kedua saya datang ke acara KETEMU Project/Space yang bertempat di daerah Batubulan, Bali. Sebuah tempat yang menarik, yang menyediakan tempat residensi bagi seniman dari berbagai disiplin. Tidak berhenti sampai di situ, kemudian juga ada acara sharing/berbagi yang terbuka untuk umum dan orang-orang dengan minat yang sama. Selanjutnya, kita bisa saling terkoneksi dengan orang-orang yang datang, mulai dari seniman, penikmat seni, dan juga orang yang bergerak dalam industri yang berhubungan.
Untuk lebih lengkapnya, langsung saja meluncur ke http://www.ketemuprojectspace.com/


Kali ini, tanggal 19 Juni kemarin, seorang Elizabeth Gan berbagi tentang pengalamannya mempelajari seni membuat keramik. Ia berasal dari Singapura, sebelumnya bekerja sebagai art administrator dan penulis. Ketertarikannya akan pembuatan keramik membawanya sampai ke Tajimi, Jepang. Daerah tersebut terkenal sebagai tempat produksi keramik tradisional Jepang. Setsuro Shibata, Ahli keramik dari Tajimi kemudian menjadi mentor Elizabeth. 

Elizabeth yang berasal dari Singapura sebelumnya merasa bosan dengan kehidupan di negaranya yang sudah maju. Semua menjadi terlalu cepat, orang-orang sangat konsumtif, dan kadang kehilangan nilai-nilai dari budaya yang ada sebelumnya. Ia kemudian mencoba mencari cara untuk dapat berpegang pada 3 prinsip: (1) hidup dengan lebih sederhana; (2) menikmati dan menghargai keindahan; dan (3) menggunakan barang-barang yang lebih tahan lama dan ramah lingkungan. 

Di Singapura, elizabeth merasa kesulitan untuk melakukan pembakaran keramik, karena aturan pemerintah melarang masyarakat untuk menggunakan api yang terlalu besar. Maka dalam setahun, hanya ada momen-moen tertentu saja itu dapat dilakukan. Akhirnya Elizabeth berkesempatan untuk pergi ke Jepang untuk mempelajari dan melakukan riset pembuatan serta sejarah keramik di Jepang. Setelah itu, ia merasa bahwa bentuk dan kultur keramik di Jepang memiliki dasar yang sangat kuat, berhubungan dengan Upacara Minum Teh, suatu ritual istimewa yang dilakukan disana. Untuk mendapatkan energi dan hasil yang sama dengan para pembuat keramik tradisional Jepang, dirasa kurang tepat untuk diaplikasikan di Singapura. 

Hal yang paling penting yang didapat selama waktunya di Jepang adalah: (1) Kesabaran merupakan hal yang sangat penting, terburu-buru tidak akan membawa hasil yang baik; (2) dengan banyak berlatih, imajinasi kita jadi terbuka untuk menemukan inovasi baru; (3) sama sekali tidak ada jalan pintas untuk mendapatkan sesuatu yang kita mau. Elizabeth kemudian melanjutkan perjalanannya, dan tiba di Bali.

Bali, baginya merupakan tempat yang sangat berbeda dengan Jepang bahkan Singapura. Mulai dari mataharinya yang terik, sehingga bayangan seperti tercetak dengan jelas di tanah, hingga warna-warni yang ia temukan di Bali. Baginya sangat kontras dan kuat. Terlihat dari bagaimana dalam ritual sehari-hari masyarakat Hindu di Bali, warna-warni tersebut terlihat di sesajen dan perlengkapan upacara lainnya.

Sebagai penutup, Elizabeth mengutarakan 3 buah pertanyaan yang muncul dari perjalanannya dan pemikiran yang timbul dari riset dan perbandingannya dengan dunia saat ini. Ini berhubungan dengan 3 prinsip yang ia sampaikan di awal, bagaimana kita sebagai manusia sudah sangat tergantung pada teknologi dan lupa akan hal-hal yang diajarkan oleh leluhur kita. Semua orang ingin serba cepat, serba praktis, serba ekonomis, tanpa memikirkan akibatnya dalam jangka panjang. Ini ditandai dengan tingkat konsumsi yang tinggi, penggunaaan benda-benda yang TIDAK ramah lingkungan, dan semua yang instan. 

Marilah bersama kita bertanya kembali 

"where do we come from? 
what are we? 
where are we going?"

"Darimana kita berasal?
Siapakah kita sebenarnya?
Dan mau kemana kita?" 


No comments:

Post a Comment