Tuesday, June 30, 2015

Kopi hari ini

Senin, orang-orang mulai bergerak, cepat.
Hariku, agak lambat. Kopi pertamaku enak, arabika kintamani, proses natural.
Kemudian, sore pun tiba, kembali kuseduh kopi yang sama.
Aku minum sendiri, karena temanku, puasa, semoga pahala, heheh...
Lepas senja, datang ke penutupan pameran seni, militant arts, asyik juga.
Temanya, Ulu Teben, artinya hulu hilir, direspon dengan bebas oleh 30 seniman.
Hebat mereka, masing-masing punya interpretasi sendiri. Tapi, kopinya tidak enak, heheh..
Malam sudah, kembali ke rumah pojokan dengan pagar merah, temanku buat kopi, lagi.
Tak lama, aku pulang. Masih sempat dong mampir di kedai kopi. Kali ini Toraja.
Ya begitulah. Kuota hari ini maksimal, lima kali ngopi, dan sekarang pun, saya lapar.

Niki, Teuku Umar Barat, 30 Juni 2015 - 00:43

Monday, June 29, 2015

Libur itu Menyenangkan

Libur dari menulis, sudah dua hari, menyenangkan, lalu sekarang waktunya menguras isi kepala.
Sepertinya, macam seorang pekerja kantoran liburku dimulai jumat sore.
Rencana awalnya adalah, datang untuk mengucapkan selamat ulang tahun.
Namun sepertinya di kepalaku sudah terisi rencana untuk dua hari selanjutnya.
Pemicunya memang ulang tahun teman, saya senang, dia terlihat bahagia. Kemudian ditambah janji memberikan buku.
Tiba-tiba rencana berubah sedikit akibat pertemuan tanpa sengaja.
Dimas sepertinya mengirimkan sinyal agar saya bertemu dengannya.

Teman sma, sofbol, muncul di pasar sabtu di Canggu, diikuti ajakan barbecue.
Bertemu dengan orang-orang dari Green school, makan malam dan obrolan.
Esoknya, petualangan dimulai dari Sanur, pasar minggu Sanur. Ditambah perjalanan ke Kerobokan, lalu kembali merambah Canggu.

Sudah malam, waktunya kembali, temanku besok berangkat pagi.
Sanur dan berakhir di Imam Bonjol kembali.
Senang.

Niki, 29 Juni - 01:52

Friday, June 26, 2015

Cerita Batu

Satu setengah bulan yang lalu, temanku memberikan sekawanan batu, kristal katanya.
Aku bilang, terima kasih, banyak sekali? Kamu sedang butuh banyak, katanya.
Waktu itu, aku mendapat sembilan. Kusimpan di celana, dalam kantung kecil.

Lalu, aku diberikan lagi satu. Sebuah kristal pecinta matahari. Ini memberiku ide.
Kucari tali, merah, dan kucoba menjalin dan mengikatnya lebih dekat ke hati.
Hasilnya, hidupku jadi lebih warna warni. Matahari membuatku riang.

Seminggu kemarin, sudah dua kali, si tali merah mencoba lari. Ia lepas dua kali.
Kupikir, mungkin ia mencari siapa lagi yang bisa dibantu agar riang menari.
‎Kemarin, aku bertemu seorang putri, dari masa lalu, memoriku hilang, lalu terisi kembali.

Setelah menyapaku, ia pergi, meninggalkanku dalam badai otak.
Aku mencari dan mencari, sampai akhirnya kutemukan kembali, sang putri.
Kulepaskan tali merah yang menggantung di leherku. Kamu sepertinya lebih butuh.

Apa ini? Katanya. ‎Ini untuk menambah senyummu. Kamu kelihatan capek.
Terima kasih, pas sekali, aku sudah mau pulang.
Dan hilanglah ia ditelan malam.

Niki, masih terjebak di badai memori.
26 Juni 2015 - 13:52





Thursday, June 25, 2015

Batas

Aku senang hari ini. Tidak ada yang spesial sih. Tapi tidak juga biasa.
Buatku sekarang, tidak ada yang biasa. Semuanya istimewa.
Kenapa? Karena kita semua punya kemampuan yang tidak biasa.
Masing-masing dari kita punya kemampuan untuk belajar, menjadi bisa.
Semua punya potensi besar untuk melakukan apa saja.
Yang membedakan? Hasrat, bakat, dan kebiasaan. Oh satu lagi, lingkungan.
Pasti penasaran kan? Anggap saja iya. Kita punya keinginan dan hasrat.
Atau lebih gampangnya, kegemaran. Ada yang gemar membaca, olah raga, atau berbicara.
Itu hal yang biasa kan? ‎Mungkin saja. Mungkin juga tidak. Hmmm...
Apa sih ‎yang membuat kita suka sesuatu? Karena menarik, karena trend, atau ada idola?
Berangkt dari sana, selanjutnya jangan berhenti di situ saja. Coba lakukan terus kesukaanmu.
Lihat juga sekitarmu, adakah orang lain dengan minat yang sama? Apa bedanya dengan kamu?
Kemudian lihatlah ke atas dan ke bawah. Dengan apa yang kamu lakukan, siapa yang memanfaatkannya lebih jauh.
Untuk menjadikannya mata pencaharian, atau kegiatan sehari-hari yang menghasilkan.
Tidak ada? Mungkin kamu melihat dari sisi yang salah. Pasti ada.
Kalau bakat, tentu membantu. Walau tidak mutlak perlu.
Yang paling penting itu latihan. Menjadikannya.sebuah kebiasaan. Itu akan sangat memupuk kemampuan.
Dan akhirnya, saat.kamu sudah melewati itu, kamu akan sadar, bahwa batas, adalah apa yang kamu ciptakan ditambah tekanan lingkungan.

Jadi berhentilah berpikir tentang batas, tetapi cobalah lampaui.
Ini adalah catatan untuk diriku sendiri.

Niki, imam bonjol, 25 juni 2015 - 03:20

Wednesday, June 24, 2015

Tentang Pertemuan dan Ketemuan

Kita itu, tahu gak sih kapan kita bakal ketemu seseorang, dan kenapa?
Buatku sih, sesuatu yang random, berkah dari semesta, tanpa harus tahu kenapa.
Setelah itu, barulah kita mengalir dan menjadikannya sesuatu yang berarti.

Dalam proses saya mengisi kembali, energi dalam diri, potensi yang berarti, saya kacau.
Lalu, apa yang terjadi? pertama kali, memang harus membuka diri, selanjutnya, apapun bisa terjadi.
Seperti pintu bendungan yang terbuka, semua datang dengan sangat cepat dan banyak, tak perlu dihadang.
Teruslah berdendang, dan rauplah, selami, reguk semua yang diberikan untukmu.
Itu sih, yang saya bilang, untuk diriku sendiri. Kalau kamu berpikir lain, silakan cari sendiri.

Heheh...

Saat ini, seperti Ultraman dengan lampu kelap-kelip, energiku hampir habis. 
Saya perlu isi ulang, atau ganti bahan bakar. yang manapun yang lebih cocok, mari lakukan.
Sudah lebih dari sebulan, saya kembali bertemu orang-orang. berinteraksi tanpa beban.
Kemudian, yang terjadi adalah, apa selanjutnya? cukupkah sampai disini, atau kurang?

Mari bertanya lagi, pada semesta alam

Niki, Dewi Sri, 24 Juni 2015 17:49

Tuesday, June 23, 2015

Ketemu Aja! : Penyambung Antara Seni dan Komunitas Masyarakat


 Ini merupakan kali kedua saya datang ke acara KETEMU Project/Space yang bertempat di daerah Batubulan, Bali. Sebuah tempat yang menarik, yang menyediakan tempat residensi bagi seniman dari berbagai disiplin. Tidak berhenti sampai di situ, kemudian juga ada acara sharing/berbagi yang terbuka untuk umum dan orang-orang dengan minat yang sama. Selanjutnya, kita bisa saling terkoneksi dengan orang-orang yang datang, mulai dari seniman, penikmat seni, dan juga orang yang bergerak dalam industri yang berhubungan.
Untuk lebih lengkapnya, langsung saja meluncur ke http://www.ketemuprojectspace.com/


Kali ini, tanggal 19 Juni kemarin, seorang Elizabeth Gan berbagi tentang pengalamannya mempelajari seni membuat keramik. Ia berasal dari Singapura, sebelumnya bekerja sebagai art administrator dan penulis. Ketertarikannya akan pembuatan keramik membawanya sampai ke Tajimi, Jepang. Daerah tersebut terkenal sebagai tempat produksi keramik tradisional Jepang. Setsuro Shibata, Ahli keramik dari Tajimi kemudian menjadi mentor Elizabeth. 

Elizabeth yang berasal dari Singapura sebelumnya merasa bosan dengan kehidupan di negaranya yang sudah maju. Semua menjadi terlalu cepat, orang-orang sangat konsumtif, dan kadang kehilangan nilai-nilai dari budaya yang ada sebelumnya. Ia kemudian mencoba mencari cara untuk dapat berpegang pada 3 prinsip: (1) hidup dengan lebih sederhana; (2) menikmati dan menghargai keindahan; dan (3) menggunakan barang-barang yang lebih tahan lama dan ramah lingkungan. 

Di Singapura, elizabeth merasa kesulitan untuk melakukan pembakaran keramik, karena aturan pemerintah melarang masyarakat untuk menggunakan api yang terlalu besar. Maka dalam setahun, hanya ada momen-moen tertentu saja itu dapat dilakukan. Akhirnya Elizabeth berkesempatan untuk pergi ke Jepang untuk mempelajari dan melakukan riset pembuatan serta sejarah keramik di Jepang. Setelah itu, ia merasa bahwa bentuk dan kultur keramik di Jepang memiliki dasar yang sangat kuat, berhubungan dengan Upacara Minum Teh, suatu ritual istimewa yang dilakukan disana. Untuk mendapatkan energi dan hasil yang sama dengan para pembuat keramik tradisional Jepang, dirasa kurang tepat untuk diaplikasikan di Singapura. 

Hal yang paling penting yang didapat selama waktunya di Jepang adalah: (1) Kesabaran merupakan hal yang sangat penting, terburu-buru tidak akan membawa hasil yang baik; (2) dengan banyak berlatih, imajinasi kita jadi terbuka untuk menemukan inovasi baru; (3) sama sekali tidak ada jalan pintas untuk mendapatkan sesuatu yang kita mau. Elizabeth kemudian melanjutkan perjalanannya, dan tiba di Bali.

Bali, baginya merupakan tempat yang sangat berbeda dengan Jepang bahkan Singapura. Mulai dari mataharinya yang terik, sehingga bayangan seperti tercetak dengan jelas di tanah, hingga warna-warni yang ia temukan di Bali. Baginya sangat kontras dan kuat. Terlihat dari bagaimana dalam ritual sehari-hari masyarakat Hindu di Bali, warna-warni tersebut terlihat di sesajen dan perlengkapan upacara lainnya.

Sebagai penutup, Elizabeth mengutarakan 3 buah pertanyaan yang muncul dari perjalanannya dan pemikiran yang timbul dari riset dan perbandingannya dengan dunia saat ini. Ini berhubungan dengan 3 prinsip yang ia sampaikan di awal, bagaimana kita sebagai manusia sudah sangat tergantung pada teknologi dan lupa akan hal-hal yang diajarkan oleh leluhur kita. Semua orang ingin serba cepat, serba praktis, serba ekonomis, tanpa memikirkan akibatnya dalam jangka panjang. Ini ditandai dengan tingkat konsumsi yang tinggi, penggunaaan benda-benda yang TIDAK ramah lingkungan, dan semua yang instan. 

Marilah bersama kita bertanya kembali 

"where do we come from? 
what are we? 
where are we going?"

"Darimana kita berasal?
Siapakah kita sebenarnya?
Dan mau kemana kita?" 


Monday, June 22, 2015

El meler

Bukan, ini bukan judul film karya Dennis Adiswara.
Ini cuma saya yang sedang mengalami situasi yang sangat encer. «-- di hidung
Kemudian memori mengoneksikannya dengan film tersebut, yang peran utamanya seorang bocah dengan ingus menggantung.
Ya sudah.

Sebaiknya saya istirahat sebelum saya menjadi El Meler beneran.

Niki, Kertamulia 22 Juni 2015 - 22:21

Saturday, June 20, 2015

Terlalu Cair

Aku dulu terlau cair. Awalnya sangat padat, dan kaku.
Kemudian mencair, hingga encer. Sempat mengalir, kesana kemari.
Kau tidak tahu apa akibatnya. Saat aku menyentuh semua orang. Ada yang suka, dan tidak.
Ya tak apa. Aku hanya menyesuaikan diri, dengan waktu.
Sekarang, aku kembali kaku. Tapi perlahan melunak, menjadi agar.
Supaya tetap punya bentuk, tapi mudah membantu.
Tak selalu, tapi di saat perlu. Aku merasa punya sedikit malu. Cukup sedikit saja.
Heheh...

Cuma saat ini, yang kurasa perlu. Mengingat masa lalu, kemudian
bersiap lagi untuk yang akan datang.‎ Itulah aku. Janganlah ragu.
Cuma aku sendiri yang tahu, apa yang bisa untukku. Orang lain, hanya membantu.
Itu, aku sudah tahu. 
Yang aku belum tahu‎, apa mauku. Hahaha... sebentar lagi juga tahu ;)
Selanjutnya, aku cuma ingin menjadi aku. Tanpa beban dan malu.

Sekian dulu

Niki, Kertamulia, 20 Juni 2015-03:30

Thursday, June 18, 2015

Baru Ingat

Aku baru ingat. Kalau aku ini sering lupa. Itu alasanku menulis. Membuat catatan.
Agar ada bukti, bahwa aku pernah ada. Bahwa aku perlu melakukan sesuatu.
Dan aku bisa berpikir seperti yang aku tuliskan itu. Kadang merasa hebat. 
Walau hanya sesaat. Penting untuk menambah semangat. Dan bermanfaat.

Aku suka menulis manual. aku suka mengerjakan sesuatu dengan tanganku.
Sama seperti aku suka menyelam tanpa tabung selam. Aku suka merasakan kontrol.
Aku ingin percaya pada tubuhku. Percaya pada kemampuan tubuhku. 
Sampai tidak bisa lagi. Mungkin besok. Atau dua puluh tahun lagi.
Sekarang sih, masih.

Aku cinta udara bebas. Lapangan luas. Laut lepas. Terasa tanpa batas.
Dari sana, aku belajar batas. Kebanyakan orang, hidup dengan batas, tak lepas.
Aku pernah bebas lepas. Tapi lupa, untuk kembali menjejak. Akibatnya, khilaf.
Sekarang, aku sudah berpijak. Selanjutnya, melangkah kembali. Dengan bebas, tapi insaf.
Supaya tetap ingat. Alam bebas.

Saat-saat seperti ini, aku ingin kembali. Mengulangi kembali, apa yang terlewat.
Tapi biarlah. Saatnya untuk maju, dan tak lagi terbeban masa lalu.
Waktu, tidak punya kubu. Supaya kita tahu. Hanya satu yang perlu. Bahagia selalu.

Niki, Denpasar, 18 Juni 2015 - 0:09

Wednesday, June 17, 2015

Tilem

Malam ini, Tilem.
Kamu mungkin lebih mengenalnya dengan Bulan Mati, atau Bulan Baru.
Suatu momen yang menjadi penting, jika kamu seorang nelayan.
Atau ahli oseanografi, petani,  atau umat Hindu di Bali, atau bahkan siapapun kamu.
Kebanyakan kita, sudah sangat jauh dari alam, sehingga, jarang mengingat siklus bulan.
Saya, si Nikilaut, sudah lama memperhatikan kalender siklus bulan.
Lebih karena saya sering menghabiskan waktu snorkeling, dan mengamati biota laut.
Kemudian, pengetahuan saya berkembang, dari pasang surut air laut, 
hingga ke pengaruh bulan terhadap‎ orang-orang tertentu. Bahkan ke suatu peradaban.

Sesuatu yang cukup bertentangan dengan dasar ilmu saya, yg kebetulan belajar biologi.
Tapi, mungkin juga tidak, bahkan sejalan.
Apa sih yang kita ketahui secara ilmiah tentang pengaruh bulan terhadap bumi?
Banyak sekali. Silahkan dicari sendiri.
kemudian, apa sejarah leluhur dan peradaban jauh sebelum kita‎ yang berhubungan dengan bulan?
Yang ini, saya sedang mencoba mempelajari kembali, dengan perlahan.
Bulan, merupakan penerang pertama di malam hari.
 Jauh sebelum api unggun, lilin, lentera, atau bahkan lampu ‎ditemukan.
Keterikatan mahluk hidup sangat kuat terhadap keberadaan cahaya bulan.

Ingin sekali saya bicara lebih jauh tentang bulan. Tetapi, pengetahuan saya belum cukup.
Maka, saya cuma ingin mengucapkan selamat bulan baru, selamat Tilem, 
kepada seluruh mahluk di bumi ini.
Semoga damai bagi semua mahluk di bumi, dan di semesta.

Niki, Imam Bonjol - Denpasar, 17 Juni 2015 - 00:55

Tuesday, June 16, 2015

Semalam Terlewat

Selamat siang, kawan.
Semalam aku lupa, merestorasi kepala.
Aku melewatkan waktu untuk duduk diam dan bermain dengan aksara.
Sedih, tidak sih. Cuma sebal karena terlewat.

Hari ini, sedikit berlari. Tapi, tanpa terburu.
Sejenak menikmati kopi, dan kemudian berbincang untuk merancang hari.
Kemudian mulailah kita, dengan senang hati.
Hup!

Sekarang selasa, walau dirundung mendung‎, jangan termenung.
Bergerak dan berpikir cepat, aku dituntut. Dan kulakukan, tanpa terpaksa.
‎Hari ini, akan kubuat menjadi baik. Bukan sombong atau sok, hanya bersemangat.
Kita harus percaya, untuk menjadi hebat.

Sampai nanti malam, saat kepalaku lebih bersahabat.
Kita bercengkerama lagi, dengan kalimat.
Karena saat ini, badanku yang dituntut ‎bergerak.

Niki, Bypass Sanur, 16 Juni 2015 - 12:47

Sunday, June 14, 2015

Tersesat, Salahkah?

Aku berpikir tentang hidupku. Dengan mataku, aku melihat, hal-hal berlalu.
Aku tertawa, tanpa malu. Kadang, walau hatiku pilu.
Sudah saatnya, aku mengikuti cahaya. Kegelapan, tidak lagi cocok untukku.
Seperti lagu Mumford and Sons 'Lover of the Light', aku merindukan cahaya.
Aku tahu, tanpa gelap, tidak ada terang. Semuanya, dua sisi mata uang.
Yang belum aku tahu, apa gerangan, yang akan ada di depanku.

Hidupku, bukanlah milikku. Kita semua satu, dalam semesta alam.
Kita semua terkoneksi. dan satu persatu, mulai terkoneksi.
Setelah lama diam dalam gelap, aku menjadi lambat.
Seperti kembali ke masa aku dalam kandungan, ingatanku hilang.
Aku terpukau, seperti jabang bayi yang membuka mata pertama kali.
Sekarang, saatnya aku belajar kembali, serta mengingat memori.

Perlahan, aku mulai bisa berbicara dengan teratur, sebelumnya kabur.
Tulisanku, masih belum terasa mengalir. pikiranku hablur.
perlahan, aku mulai mengatur, dan kembali merasakan alur.
Biarlah orang-orang bilang aku gila, tak jelas.
Selama aku masih bisa melangkah, satu demi satu, tak menyerah.
Akan kususur semua jalan yang ada. Tersesat, tapi tak sampai diam di tempat.

Niki, Gunung Sari - Denpasar, (masih) 14 Juni 2015 - 23:24

Sebentar Saja, Sahabat

Mari kembali ingat, teman-teman dekat.
Tak harus yang hebat, atau nekad.
Yang penting, punya semangat.

Saya pernah bilang, semua itu teman.
Yang lain, sahabat.
Ternyata, tidak selalu demikian.

‎Sekarang, jauh jadi dekat.
Dan dekat, kadang menjauh.
Mungkin, saya yang berpengaruh.

Lama sudah, saya tidak bersahabat.
Pada manusia, maupun alam setempat.
Harus diperbaiki, sebelum semua terlambat.

Sebentar saja, sahabat.
Saya ingin kalian menjadi obat.
Rasa rindu ini sudah teramat sangat.

Berdua, bertiga, atau berempat.
Saya sudah tidak pilih-pilih.
Asal kita bertatap, bertukar senyum dan kalimat.

Saya cuma ingin, kita tak jadi asing.
Biarpun, dunia ini makin bising.
Janganlah pusing.

Hidup ini tidaklah lama.
Kenapa tidak kita tertawa.
Siapa juga yang ingin selalu terluka.

Sendiri di tengah-tengah rimba belantara.

Niki, Taman Mutiara, 14 Juni 2015 - 01:33

Saturday, June 13, 2015

Olahraga Jari

Tau gak sih, dari kemarin-kemarin itu saya mengirim tulisan lewat email. bukan untuk sombong atau pamer, cuma berbagi cerita. Di tengah-tengah terkoneksinya orang-orang melalui berbagai media digital, saya cukup miskin koneksi. Kenapa demikian? Coba saya runut persatu-satu. Pertama, waktu untuk terkoneksi internet saya terbatas. Saya tidak (belum) diam di kantor ataupun rumah yang memiliki koneksi internet setiap saat. Kedua, saya tidak punya komputer jinjing pribadi (bahasa kerennya: leptop). Ketiga, sekarang saya banyak menghabiskan waktu bermotor (pinginnya sih sepeda, tapi waktunya belum mengijinkan).

Tiga saja cukup ya, saya tidak mau terlalu banyak memberikan alasan yang akan membuat kalian bosan. Nah, sial/untung-nya, saya masih punya (pinjam) telepon genggam pintar (smartphone) yang memungkinkan saya untuk menulis lewat email. Jadilah saya mengolahragakan jempol kiri-kanan. Lumayan! Lebih sederhana, walau kadang saya ingin juga memainkan jari-jari saya yang lain. Mereka kangen dengan tuts-tuts keyboard dan aksara latin yang tercetak di atasnya. Hari ini, saya beruntung. Jadi mari kita bersenang-senang. Hahaha... Remeh sekali ya. Biarlah, toh kita punya kesenangan masing-masing. kalau mau silakan protes. 

Cukup intronya, sekarang saya mau tidur...
LHO?
Iya, ini sudah jam tidur, dan saya belum ada ide mau menulis apa lagi.

Besoklah lagi.

Niki, Gunung Sari, 13 Juni 2015 - 0:55

Friday, June 12, 2015

Sudah Lupa Hari

Seringkali, saking sibuknya, kita jadi melupakan hal-hal sederhana. Misalnya, lupa hari. Entah itu lupa hari dalam minggu, lupa tanggal hari itu, atau lupa hitungan hari dari awal memulai sesuatu.

‎Yang pertama dan kedua, mungkin mudah diperbaiki, dan dicari tahu. Tanyakan saja ke orang di sekitarmu. Pasti akan segera ada jawabannya. Yang ketiga, sedikit lebih spesifik, sehingga harus ditanyakan ke orang yang tepat dan terlibat dalam proses yang sama.

Ini berlaku untuk hampir semua hal. Sesuatu yang umum, pasti banyak orang yang tahu (walau ada juga yang tidak). Lain lagi untuk hal yang agak khusus, kita harus mencari orang dengan keahlian atau lingkaran sosial tertentu. Semua orang (Indonesia) seharusnya tahu presiden kita sekarang Jokowi‎. Tapi tak semua orang tahu kapan Stars and Rabbit akan manggung selanjutnya.

Apa sih yang ingin saya sampaikan dengan tulisan di atas? Saat ini, saya belum tahu. Karena saya belum tahu, apa sih spesialisasi dan preferensi saya. Dan juga, dalam lingkaran apakah sekarang saya berada? Silakan pindah kanal, tutup jendela, matikan aplikasi, atau ngobrol dengan temanmu apabila anda merasa ini tidak menarik lagi. Saya tidak keberatan. Saya menulis, bukan untuk anda, tetapi untuk saya.

Sekarang, saya mulai kehabisan kata-kata. Bukan, bukan karena saya tidak tahu banyak kata dalam bahasa Indonesia. Hanya saja, otak saya belum terkoneksi dengan baik. Akibat dari malam yang sudah larut, rasa capek, pikiran kusut, dan otak yang sudah lama tidak berolah raga.

Tapi (untuk yang peduli) tenanglah, karena saya sedang mereparasi dan merenovasi diri saya. Artinya, seharusnya saya akan keluar menjadi Niki 2.0. Niki yang lebih baik. Walau belum tentu baik untuk semua orang, baik untuk diri sendiri dululah.

Sudah. Besok-besok lagi.
Selamat terlelap.

Niki, Imam Bonjol, 12 Juni 2015 - 02:54

Thursday, June 11, 2015

Serangkaian aksara sebelum tidur

‎Hai, apa kabarmu?
Aku lelah hari ini.
Dapat banyak terima kasih.
Semoga bisa untuk bayar pijit.
Haha...

Hari ini kembali saya melakukan hal dengan senang hati.
Hanya saja, badan dan motorku, sedikit berkarat.
Bukan emas 24 karat, sayangnya.
Heheh...

Sekarang, sudah di atas kasur kapuk.
Kepalaku terasa menumpuk.
Walau tak satupun yang nyangkut.
Rasanya, seperti ada yang kurang.
Siapa gerangan?

Sebaiknya kuistirahatkan tubuh ini.
Untuk berfungsi kembali esok hari.
Mari.

Niki, Imam Bonjol, 11 Juni - 01:30

Wednesday, June 10, 2015

Masih Melek Meracau

Mabuk.
Macam naik kapal laut.
Tanpa layar.

Tanpa angin.
Tapi terbang melayang.
Layak walet.

‎Mulut bergerak.
Kata-kata berhamburan.
Bak berondong jagung.

Kemudian.
Kantuk pun datang.
Waktunya terlelap.

Selamat malam.

Niki, Kertamulia, 10 Juni 2015-02:31


Tuesday, June 9, 2015

Selalu ada waktu untuk Ngopi

Hariku mulai agak siang.
Tadi bangun dengan sedikit linu di badan.
Mungkin aku capek.
Tapi senang.
Walau tak girang.

Kuluangkan waktu, untuk meluruskan pikiran.
Kemudian mulailah aku berfungsi.
Cuci muka dulu.
Lalu, perut selanjutnya menunggu.
Setelah itu, ayo.

Jalanku tidaklah lurus.
Aku memutar sedikit, tapi tahu.
Apa yang kutuju.
Setidaknya hari ini.
Sudah terpetakan.

Aku senang, satu persatu.
Tanpa terburu.
Karena kemudian, aku bisa
Melihat dengan baik.
Merenungi sambil bergerak.

Sudah selesai istirahat.
Mari kembali melangkah.
Supaya bisa, mensinkronisasi
Dengan waktu
Orang lain

Niki, Gajahmada-Denpasar, 9 Juni 2015-14:30

Monday, June 8, 2015

Rasa-rasanya Ada yang Terlupa

Aku baru ingat pagi ini.
Mingguku terlewat.
Ada yang aku lupakan.
Banyak yang aku dapatkan.
Dari hujan, kopi, hingga makanan.

Dari teman, kawan, hingga rekan.
Kutemukan di antara kerumunan.
Walaupun ada, yang kurang berkenan.
Biarkan, cuma aku yang menentukan.
Sisanya, mungkin bualan.

Aku heran.
Dengan ucapan.
Yang saat kucerminkan.
Menjadi penolakan.
Padahal cuma, ucapan.

Sudahlah kawan, lupakan.
Hanya bebunyian.

Niki, Kertamulia, 8 Juni 2015 - 07:34

Saturday, June 6, 2015

Semangat Pagi

‎Bangun pagi itu, membebaskan.
Ada waktu untuk mandi berlama-lama
Bisa minum kopi dan merokok
‎Punya waktu tenang sebelum memulai hari
Dan lagi, menghirup udara pagi.
Apalagi, dengan keinginan sendiri.

Tanpa ada yang meminta
Atau bahkan memerintah
‎Rasanya memiliki
Otoritas pada badan sendiri.

Perlahan, suara manusia mulai bersahutan
Mengalahkan suara alam yang datang sebelum
Menambah warna-warni pagi ini
Cuma tinggal kita memilih
Mau bangun dan berinteraksi
Atau tidur lagi.

Heheh...

Niki, Kertamulia‎, 6 juni 2015 - 09:52

Friday, June 5, 2015

Sejenak melambat

Sudah Jumat. Waktunya rehat. Sebelum terlambat. Kemarin cepat, tapi nikmat. Hari ini, ingatkah salat?

Belajar kembali untuk menjadi giat. Tanpa beban, semua dilakukan dengan semangat. Dengan tujuan dan niat. Tapi sekarang Jumat.

Kainku sudah tidak ingat akan bisanya yang kuat. Warnanya memudar, tercerai berai. Kalau ada waktu, aku mau berburu, mencari yang baru.

Ayahku menitipkan sesuatu. Aku juga mau satu. Semoga cukup waktu, karena mereka jauh. Supaya tak lupa, ayo lakukan dulu yang perlu.

Melihat ke atas. Tulisanku acak. Hanya untuk melepas, apa yang terlintas. Aku lupa, banyak rasa. Perlahan, satu persatu, mulai mendekat. 

Menjadi berkat.

Niki, Kertamulia‎, 5 Juni 2015 - 14:50

Musik, bukit, dan Udeng

Saya kembali mendapat kesempatan untuk menikmati pertunjukan musik yang istimewa. Kali ini adalah Risa Sarasvati yang berkolaborasi dengan musisi dari Perancis. Pertunjukan ini gratis, tanpa dipungut biaya, bahkan kita mendapatkan teh/kopi dan cemilan.

Perasaan yang saya dapatkan saat menikmati pertunjukan ini adalah percampuran antara kagum, tenang, euphorik, sampai sedikit merinding. Ini hanya dari indera pendengaran saja. Yang tampak secara visual adalah kesungguhan dan karisma mereka, dan kegembiraan saat memperdengarkan irama kepada kita semua.

Lompat, hup. Saya mengantar seorang teman baru. perjalanan cukup panjang, dari pantai menuju ke perbukitan. Dua tantangan yang ada, sudah cukup larut malam, dan sedikit tersesat. Untungnya kita berdua dalam kondisi yang baik, tidak terlalu lelah, dan baru 'mere-charge' energi dengan mendengarkan musik dan bertemu teman-teman. 

Dua kali bertanya, setelah sebelumnya berpegangan pada teknologi peta digital, akhirnya. Yeay! Kita sampai. Si ibu sudah mengintip dari balik pintu. Tenang bu, anakmu aman sampai di rumah. ;)

Apa itu Udeng? Bukan, bukan salah ketik dari udang, si hewat laut bungkuk yang bikin saya lapar. Udeng itu ikat kepala khas Bali. Bapakku minta dibelikan, mungkin untuk pamer ke teman2nya. Saya tidak tanya kenapa. Sudah sangat larut, jadi saya cari di pusat oleh-oleh yang buka 24 jam. Bertemu dengan seorang perempuan yang punya niat sama, mencari udeng. 

Satu poin yang membuat saya senang. Ia berlibur sendiri. Saya tidak banyak bertanya, mungkin sedikit mengantuk. Cuma bertanya, dari mana, berapa lama, dan akhirnya nama. Endah. Cukup dulu hari ini. Selamat malam.

Niki, Kuta, 5 Juni 2015 - 01:16 

Thursday, June 4, 2015

Tiga adalah angka keberuntunganku

Tulisanku hari ini terlambat.
Tapi, karena saya di Bali, mereka percaya bahwa hari baru dimulai saat matahari terbit, bukan saat jam berubah menjadi 00:00. Jadi, masih ada waktu. Heheh.

Pagiku dimulai dengan menonton matahari terbit. Dilanjutkan dengan tidur. Bukan sesuatu yang membanggakan, tapi cukup menyenangkan ;p. Yang terjadi selanjutnya adalah terbangun, dengan sakit kepala yang bertahan sampai malam.‎ Cukup mengganggu, walau tak sampai membuat saya tak berfungsi. 

Sore, saya kembali minum kopi yang kusuka, kopi yang benar. Diikuti dengan cemilan jambu air, dan obrolan ini itu di sebuah ruang kreatif di Sanur. Bertemu teman lama dan baru, juga menyenangkan. Kepalaku seperti mengingat kembali sinaps-synaps syaraf yang sebelumnya berfungsi dengan baik. Sedikit. Cukup lumayan untuk saya.

Malam, saya mengunjungi beberapa tempat yang cukup familiar dan merupakan daerah dimana dulu saya tinggal. Memori sedikit menguar kembali. Senyum terkulum. Diakhiri dengan makan bersama, yang cukup menarik, karena kami makan bersama dalam satu wadah besar, berpegangan tangan dan mengucap puja puji bersama hingga tingkat meditatif. Sakit kepalaku hilang. Senang.

Niki, Denpasar, 4 juni 2015 - 04:27

Tuesday, June 2, 2015

Saya Kangen Lompat-Lompat

"Lompat itu tumpuannya satu kaki, kalau loncat dua kaki."

Saya sudah lupa kapan saya dengar itu, mungkin dari pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah, atau dari Pendidikan Jasmani, bahasa kerennya sekarang PE (bahasa inggris kali...).

Terakhir kali saya melo(mp/nc)at, saya tidak ingat apakah saya memiliki satu, dua atau tidak ada sama sekali tumpuan. Saya tidak tahu apakah mendarat, melayang, terbenam, ataupun mengapung.

Aduh, coba perpikir jernih dulu deh. besok nulis lagi ya.

Niki, Denpasar, 02 Juni 2015 - 00:56

Monday, June 1, 2015

Tulisan pertama

Saya rindu menari, tarian jari jemari di papan ketik, atau yang lebih sering disebut keyboard. ini adalah tulisan elektronik saya yang pertama setelah beberapa bulan lalu netbook saya memutuskan untuk berhenti berfungsi. Saat ini, seorang teman berbaik hati menyediakan perangkat untuk saya gunakan demi sebuah pekerjaan. Alangkah senangnya. Barangkali kemarin saya diperingatkan oleh semesta. dan diberikan jalan untuk kembali memiliki hasrat.
Saya mulai menulis senin dini hari, dan yang ada di memori adalah hari minggu sore, mengajak Bhumi memeluk laut. Seingat saya, kira-kira dua tahun silam, ada Bumi lain yang memutuskan untuk berpisah dengan laut. Terjebak oleh rasa dan emosi, di hamparan menara beton dan baja. Dua tahun, saya merasa seperti daun kering yang terapung di aliran sungai, tanpa arah, menaiki arus, tanpa kontrol. Sekarang, tibalah saya di muara, linglung, disorientasi, compang-camping, terkikis tepi batuan sungai. Saya tidak dapat menjawab saat ditanya, "Apa passion-mu?" bahkan untuk berbicara pun, antara pikiran dan lidah seperti tidak ada sinkronisasi. Sulit sekali.
Di sinilah saya diajak untuk memulai sesuatu yang baru, untuk mengingatkan kembali pada saya, memori saya yang hilang di waktu lalu. Kembali saya diminta untuk berani, untuk tidak lari. Saya masih takut, tentu. Mari kita lihat apa yang terjadi esok hari.

Niki, Kuta 1 Juni 2015 - 02:01 Pagi